Indahnya Kejujuran
Kegelisahan, ketakutan, dan keresahan yang kita rasakan, seharusnya menjadi sinyal untuk melihat ke dalam diri kita sendiri. Apa yang ada dalam diri kita, jauh lebih besar daripada apa yang ada di luar diri kita.
Ketika orang lain membuka dan mengorek-ngorek aib kita, apakah kita marah? Itu tergantung diri kita bagaimana melihatnya. Bagi orang yang tinggi hati, apa yang dilakukan orang itu kepada diri kita sebagai tindakan permusuhan dan harus kita balas! Sedangkan bagi orang-orang yang sabar dan rendah hati, dia lebih melihat ke dalam dirinya, apakah benar apa yang dikatakan orang itu. Di dalam hatinya dia berterima kasih karena pandangan diri kadang tidak objektif. Sementara pandangan orang lain lebih banyak objektifnya ketimbang subjektifnya.
Sahabatku, alangkah bermaknanya apa yang dikatakan Imam Ibnu Qudamah berikut ini: “Orang-orang salaf sangat suka jika ada seseorang yang menunjukkan aib mereka. Sementara kita pada zaman sekarang justru marah besar. Hal ini menunjukkan lemahnya iman. Sebab akhlak yang buruk itu seperti kalajengking. Jika ada seseorang yang menunjukkan bahwa di dalam baju salah seorang di antara kita ada kalajengking, maka secepat itu pula kita akan bertindak untuk membunuh kalajengking tersebut. Sementara akhlak yang hina lebih berbahaya dari kalajengking, bagi orang yang tidak menyadarinya.”
Dengan melihat ke dalam diri, kita mulai menempuh perjalanan yang benar. Yaitu jalan yang ditempuh orang-orang saleh. Apakah ada yang salah pada apa yang kita lakukan selama ini? Apakah ada yang kurang dari yang seharusnya kita lakukan? Atau, apakah ada nikmat yang tidak kita syukuri? Pertanyaan-pertanya an semacam itu senantiasa berada di dalam benak kita. Dengan mengintrospeksi diri, berarti kita telah mengobati luka batin kita. Kita sudah lama terpuruk pada kesalahan. Sudah lama tenggelam dalam lautan fitnah. Hidup di alam kegelapan. Kemudian menemukan kembali cahaya kearifan, kemuliaan, dan kebahagiaan.
Kejujuran adalah hal terpenting ketika kita mulai mengintrospeksi diri. Ketika kita jujur, akan terlihat banyaknya kesalahan dan kekurangan diri kita. Benarlah apa yang dikatakan orang itu mengenai diri kita. Akhirnya kemarahan pun meredup. Berganti kelapangan, kesabaran, dan kenikmatan dalam mengenal diri. Perkataan orang itu telah menjadi cambuk yang membuat kita cepat dalam melangkah menuju-Nya. Di saat-saat yang indah ini, airmata pun tumpah dan penyesalan pun memuncak. Inilah modal kita untuk memperbaiki diri
Ketika orang lain membuka dan mengorek-ngorek aib kita, apakah kita marah? Itu tergantung diri kita bagaimana melihatnya. Bagi orang yang tinggi hati, apa yang dilakukan orang itu kepada diri kita sebagai tindakan permusuhan dan harus kita balas! Sedangkan bagi orang-orang yang sabar dan rendah hati, dia lebih melihat ke dalam dirinya, apakah benar apa yang dikatakan orang itu. Di dalam hatinya dia berterima kasih karena pandangan diri kadang tidak objektif. Sementara pandangan orang lain lebih banyak objektifnya ketimbang subjektifnya.
Sahabatku, alangkah bermaknanya apa yang dikatakan Imam Ibnu Qudamah berikut ini: “Orang-orang salaf sangat suka jika ada seseorang yang menunjukkan aib mereka. Sementara kita pada zaman sekarang justru marah besar. Hal ini menunjukkan lemahnya iman. Sebab akhlak yang buruk itu seperti kalajengking. Jika ada seseorang yang menunjukkan bahwa di dalam baju salah seorang di antara kita ada kalajengking, maka secepat itu pula kita akan bertindak untuk membunuh kalajengking tersebut. Sementara akhlak yang hina lebih berbahaya dari kalajengking, bagi orang yang tidak menyadarinya.”
Dengan melihat ke dalam diri, kita mulai menempuh perjalanan yang benar. Yaitu jalan yang ditempuh orang-orang saleh. Apakah ada yang salah pada apa yang kita lakukan selama ini? Apakah ada yang kurang dari yang seharusnya kita lakukan? Atau, apakah ada nikmat yang tidak kita syukuri? Pertanyaan-pertanya an semacam itu senantiasa berada di dalam benak kita. Dengan mengintrospeksi diri, berarti kita telah mengobati luka batin kita. Kita sudah lama terpuruk pada kesalahan. Sudah lama tenggelam dalam lautan fitnah. Hidup di alam kegelapan. Kemudian menemukan kembali cahaya kearifan, kemuliaan, dan kebahagiaan.
Kejujuran adalah hal terpenting ketika kita mulai mengintrospeksi diri. Ketika kita jujur, akan terlihat banyaknya kesalahan dan kekurangan diri kita. Benarlah apa yang dikatakan orang itu mengenai diri kita. Akhirnya kemarahan pun meredup. Berganti kelapangan, kesabaran, dan kenikmatan dalam mengenal diri. Perkataan orang itu telah menjadi cambuk yang membuat kita cepat dalam melangkah menuju-Nya. Di saat-saat yang indah ini, airmata pun tumpah dan penyesalan pun memuncak. Inilah modal kita untuk memperbaiki diri
0 komentar:
Post a Comment